Jumat, 07 Oktober 2016

Membangun Sinergi Ayah Bunda

Putaran Kapitalisme telah membuat ayah beredar di seputar nafkah. Ayah, apakah dia bekerja di kantor ataukah menjadi petani, peternak atau saudagar sudah memenuhi hidupnya dengan hari-hari mencari uang. Wajarlah, sebab Kapitalisme sudah membuat beban ayah menjadi berat adanya.
Dalam Islam kita tahu bahwa kewajiban nafkah bagi ayah hanyalah seputar pangan, sandang dan papan. Hari ini ayah semakin berat bebannya, biaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara seperti pendidikan dan kesehatan dibebankan kepada ayah. Terang saja ayah akan menanggung beban berat dalam bekerja. Bahkan tidak hanya ayah yang menanggung beban tersebut, ibupun terkadang terpaksa mengambil posisi membantu ekonomi keluarga.
Dari sini lumrah, bila ayah membuat alasan bahwa dia sudah kelelahan dalam mencari nafkah, maka tugas mendidik anak adalah tugas ibu, ayah jangan banyak dilibatkan sebab itu akan mengganggu mesin uang. Walau ada juga ayah yang tidak bekerja juga abai dalam pendidikan anak-anak.
Namun disinilah sebenarnya sang Ayah harus memahami konsep pendidikan anak-anak secara baik, berikut metode dan strategi belajar agar bisa memetakan dua kewajiban yang sama-sama kelak akan dimintai pertanggung jawaban terhadap nafkah dan juga terhadap anak.
Ibu terkadang juga tak berdaya di hadapan suatu kondisi harus menangani sendiri pendidikan anak-anaknya tanpa ada sentuhan yang berarti oleh ayah, terkadang seringkali mati gaya.
Ibu memang sosok yang paling berambisi menjadikan anak-anaknya memiliki kepribadian Islam yang tangguh sehingga dia berupaya mencari tahu bagaimana seharusnya dia mendidik anak-anaknya, bahkan berbagai training pun diikuti hingga mencari berbagai referensi tentang parenting.
Ini berbeda dengan kebanyakan ayah yang cenderung “menyerahkan”, seringkali juga tidak dengan kepercayaan penuh pada ibu, walau ayah juga sebenarnya inginkan anak-anak terurus dan terdidik dengan baik, sementara ibu kurang energi untuk itu.
Lantas bagaimana sejatinya sinergisitas ayah dan ibu dalam mewujudkan kepribadian islam anak? Tentunya harus ada diskusi-diskusi besar dan kecil untuk membahas tentang tujuan, konsep, metode dan uslub pendidikan juga sarana dan prasarana yang harus dikorbankan. Sebab pendidikan anak itu kewajiban berdua bukan kewajiban sepihak apakah itu ibu saja ataukah ayah saja. Sebab ayah dan ibu kelak sama-sama dimintai pertanggung jawaban oleh Allah tentang anak-anak mereka. bahkan ayah juga dimintai pertanggungjawaban terhadap ibunya anak-anak.
Sinergisitas itu harus wujud di lapangan sehingga memungkinkan untuk berbagi tugas. Ibaratkan belajar di sebuah sekolah maka guru bisa berbagi tugas dalam mengajar sesuai dengan kapasitas diri, waktu dan tenaga yang dikerahkan dan harus menjadi prioritas utama. Ayah bunda sebagai guru pertama dan utama hendaknya jauh lebih mumpuni untuk mencapai tujuan pendidikan dan melejitkan potensi anak.
Sejatinya ketika ayah cenderung ke luar kota karena kewajiban nafkah dan dakwah, tidaklah mengabaikan perhatiannya terhadap pendidikan anak, walau itu ada pada dataran kontrol dan evaluasi harian, sudah sejauh mana hafalan anak-anak, bagaimana perkembangan pemahamannya tentang aqidah islam, sejauh mana anak sudah taat sama Allah.
Apa yang kurang dan perlu ditambahkan, ayah bisa memberikan ide-ide yang brilian ketika ibu tengah dihadapkan masalah mendidik, agar ibu merasa terbantu dengan perhatian yang khusus ini dari ayah.
Nah, ketika ayah berada di rumah hendaknya perhatian itu tidak sirna karena hendak rehat dari lelah pekerjaan dan dakwah. Kelelahan ayah dalam nafkah dan dakwah sejatinya bernilai sepadan dengan kelelahan ayah dalam mendidik anak, satu sama lain harus diraih pahalanya. Tak ada kewajiabn tanpa kelelahan melaksanakannya, tak ada sesuatu yang ringan untuk menebus surga dengan pengorbanan.
Oleh karena itu bangunlah sinergi ayah bunda dengan sebenarnya, jangan mau diputar oleh kehidupan Kapitalisme dimana arah hidup kita demi materi, padahal anak-anak kita sangat membutuhkan ayah bunda saat ini juga.
Yanti TanjungPenulis Buku Parenting “Menjadi Ibu Tangguh”
(fauziya/muslimahzone.com)
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

LAYANAN PELANGGAN